MediaKeberagaman.Com-Solo, Meninggalnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada Rabu (30/12) kemarin membawa duka mendalam bagi bangsa ini, tidak hanya kaum muslim yang merasa kehilangan, tetapi kaum non muslim juga merasa turut berduka atas berpulangnya tokoh pluralis ini. Hal ini tercermin dari do’a bersama yang dilaksanakan oleh kelompok lintas agama, Kamis (31/12/09).
Acara bertajuk “Meneruskan Komitmen Gus Dur Terhadap Demokrasi, Pluralitas, & Humanisme” yang dilaksanakan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Manahan, dihadiri sekitar 70 tokoh lintas agama Solo diantaranya ; Ade Candra (Khonghucu),
Bagio Hadi (Hindu), H Zainal Abidin (Islam), Broder Heri Irianto (Katholik), Pendeta Darsono Eko Nugroho (Kristen), minus dari perwakilan umat Budha karena berhalangan hadir. Do’a bersama dimulai pada pukul 19.30 – hingga pukul 22.30 Wib, para tokoh agama menyampaikan pandangan, dan pengalaman mereka masing-masing terhadap sosok Gus Dur.Diawali oleh Ade Candra (Khonghucu) yang pernah berkunjung ke Ciganjur sekitar tahun 2004 bersama tokoh umat Khonghucu. Dia menilai sosok seorang Gus Dur adalah dewa bagi kaum Thionghoa, semasa orde baru (Orba) Khonghucu dilarang di republik ini, tetapi semasa pemerintahan Gus Dur, agama Khonghucu menjadi legal dengan mencabut Inpres no.14 tahun 1967 melalui Keppres no. 6 tahun 2000. “Saat ini kita bisa menikmati tradisi budaya Tionghoa berupa tarian Barongsai dan hari Imlek juga dijadikan hari libur Nasional,” paparnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dahulu orang mau menikah dengan penganut agama Khonghucu tidak bisa dilaksanakan, tetapi sekarang Agama Khonghucu mendapat tempat yang sama dengan agama lainnya. “Beliau (Gus Dur) telah mendobrak diskriminasi HAM bagi masyarakat Thionghoa khususnya umat Khonghucu,” kata Ade. Sedangkan Pdt Darsono Eko Nugroho menilai, ada beberapa hal yang penting bagi umat kristiani, pertama, inspirasi Gus Dur menyentuh semua kalangan khususnya penyebaran pemahaman pluralisme di Indonesia. Kedua, hebatnya Gus Dur meski beliau adalah seorang agamawan, tetapi mampu menerima dan mensinergikan segala sesuatu yang dianggap bertentangan.
Kemudian dilanjutkan oleh Bagio Hadi perwakilan Umat Hindu, bahwa Gus Dur adalah seorang yang pemberani, beliau berani membubarkan departemen sosial dan departemen agama. Selain itu walaupun Gus Dur seorang haji tetapi dapat menampung budaya-budaya lain. Pandangan lain juga diungkapan dari perwakilan Katolik yang diwakili Bruder Heri Irianto. “Gus Dur mengajak kepada kita semua untuk bermurah hati dan menjadikan negara yang demokratis. Membangun bangsa ini dan setiap warga negara bekerja sama dan menempatkan tempat yang berharga bagi setiap orang,” papar Bruder. Sebagai penutup kemudian penuturan dari H. Zainal Abidin, menurutnya Gus Dur adalah kyai dan intelektual, Gus Dur anti diskriminasi terhadap minoritas, harapannya akan muncul Gus Dur baru dan teruskan perjuangan Gus Dur serta menciptakan masyarakat yang Baldatun Toyibatun Warofun Ghofur.
Selain pandangan dari para tokoh agama, juga disajikan pembacaan puisi dari budayawan Solo Wari Wirana dengan puisi berjudul Gus Dur, Selamat jalan patriot perdamaian, yang tancapkan terus bersemi tuk meraih damai penuh cinta kasih.
Do’ bersama untuk Gus Dur berjalan sangat khidmat, panitia membagikan lilin satu persatu kepada semua peserta dan setelah selesai pandangan dari para tokoh agama kemudian lampu gedung dimatikan kemudian lilin dihidupkan bersama. Suasana menjadi hening dan sunyi hanya diterangi lilin kecil kemudian do’a dari masing – masing tokoh agama dimulai dengan cara dan tradisi agama masing-masing. Do’a dimulai oleh perwakilan umat Khonghucu, diteruskan umat Katolik, Kristen, Hindu dan diakhiri secara Islam. Selamat jalan Gus, semoga Allah SWT memberikan tempat yang layak. ( JLD)
0 komentar:
Posting Komentar
Kalo Sudah Melihat Posting diatas tolong komentarnya...
Terimakasih